Rabu, 31 Maret 2010

CERITA MENJELANG WAFATNYA NABI


Suatu malam, setelah kembali ke Medinah, Nabi SAW bangun ditengah malam. Kemudian dia meminta pelayannya untuk menyiapkan pelana keledainya.
Segera kemudian Nabi SAW dengan pelayannya meninggalkan rumah menuju Baqi Al-Gharqad, kuburan kaum Muslim.

Didepan kuburan tersebut, seolah-olah bisa melihat para Syuhada yang dikubur, Nabi SAW pun berbicara dan berdoa untuk mereka. Si pelayan, ‘Abd Allah’ kemudian melaporkan bahwa “Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada saya bahwa Nabi SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdoa bagi yang meninggal dan bahwa saya harus pergi bersama dia”

Sesaat setelah berdoa, Nabi SAW berbalik dan memandang sang pelayan sambil berkata: “Saya mendapat pilihan antara memilih menjadi kaya raya dan mendapatkan semua kekayaan dunia, panjang umur dan kemudian masuk syorga, atau memilih menemui Allah SWT dan masuk syorga sekarang juga.

Si pelayan, Abd Allah, memohon dengan sangat agar Nabi SAW memilih yang pertama, yaitu panjang umur dengan kekayaan yang melimpah dan kemudian masuk syorga.
Tapi Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa dia telah memilih untuk menemui dan menghadap Allah SWT sekarang juga, dan tidak memilih untuk tetap tinggal di dunia ini. Kemudian mereka pun pulang kembali menuju rumah, dan Rasullullah pun meneruskan tidurnya.

Pagi-pagi sekali ketika akan bangun, Nabi SAW merasakan sakit kepala yang sangat berat, tapi Nabi SAW tetap memaksakan diri untuk memimpin sholat subuh di mesjid.
Dan seperti biasa, Nabi SAW pun berbicara didepan para sahabat dan jamaah subuh pagi itu, dan dari apa yang beliau ungkapkan semuanya mengerti bahwa Nabi SAW sudah mendekati masa akhir hidupnya.

Nabi SAW memuji teman terdekatnya, Abu Bakar, yang mulai meneteskan air mata. Kemudian juga Nabi SAW mengatakan kepada hadirin bahwa mereka tahu bahwa kita semua akan bertemu kembali di syorga.

Walaupun Nabi SAW tahu persis bahwa umatnya akan tetap menyembah Allah, tapi kenikmatan dunia akan sangat besar daya tariknya sehingga Nabi sudah mengungkapkan kekhawatirannya akan hal tersebut, bahwa suatu saat nanti umatnya akan bertarung satu sama lain demi “material semata” dan melupakan hal-hal yang bersifat “spiritual”.

Segera setelah berbicara didepan umatnya, Nabi SAW pun meminta dipindahkan ke kamar salah satu Istrinya, yaitu Aishah.
Hari pun berlalu, namun sakit nya Nabi SAW makin parah, panasnya pun meninggi. Sampai suatu hari, saking beratnya sakitnya, Nabi SAW tidak mampu berjalan menuju mesjid, yang hanya disebelah kamar Aishah.

Nabi SAW pun kemudian menyuruh Aishah untuk mengabarkan kepada Umat nya agar meyuruh Abu Bakar, yaitu bapaknya Aishah sendiri, untuk menjadi Imam pada sholat tersebut.
Semua jamaah sangatlah merasa sedih, karena baru kali ini lah Nabi SAW tidak bisa memimpin Sholat mereka.

Kemudian, ada tanggal 12 Rabiul Awal 11 Hijriyah (8 Juni 632), Nabi SAW mendengar suara orang lagi sholat. Dengan susah payah, Nabi SAW melihat dari pintu dan menyaksikan ABu Bakar menjadi Imam sholat, dan sementara itu jamaah berbaris rapi dibelakangnya.

Nabi pun tersenyum bahagia. Melihat nabi datang, Abu Bakar pun mempersilahkan Nabi untuk memimpin, tapi dengan halus Nabi mempersilahkan Abu bakar untuk terus menjadi Imam. Nabi SAW pun sholat sambil duduk disebelah ABu Bakar. Segera setelah itu, Nabi SAW pun kembali ke kamar dan merebahkan diri.

Nabi SAW berada dalam kondisi yang kesakitan, sehingga Fatimah, anak perempuannya, menangis sedih.
“Tidak ada lagi kesakitan bagi Bapak mu ini setelah hari ini; Sungguh, kematian telah menghampiri ku. Kita akan semua akan merasakannya” Nabi SAW berkata.

Melihat Nabi SAW berbaring, Aishah, sang istri ingat akan satu hal yang pernah pernah diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu:
“Allah tidak pernah mengambil nabi SAW tanpa memberikan dia pilihan. Dan dia ingat kata terakhir Nabi SAW adalah: “tidak, lebih baik di Syorga yang mulia”.
Mendengan itu, Aishah pun berkata kepada dirinya sendiri: “Oh, Demi Allah, Nabi Muhammad SAW tidak memilih kita”.

Akhirnya Nabi Muhammad SAW pun meninggal dunia.
Mendengar kabar itu, semua jamaah merasa sangat sedih. “Umar tidak percaya dan mengatakan hal tersebut tidak benar”
Abu Bakar pun kemudian berbicara kepada jamaah:
“Semua pujian hanyalalh milik Allah. Hai Manusia, siapapun yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah meninggal dunia. Tapi bagi siapa yang menyembah Allah, Allah hidup dan akan tetap hidup”

Kemudian Abu Bakar membaca Surat Ali Imran Ayat 144 – 145:
Muhammad itu hanyalah seorang Nabi, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Nabi. Apakah jika dia wafat atau dibunuh maka kamu berbalik kebelakang menjadi Murtad? barang siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala Akhirat, maka akan kami berikan kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memebrikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”

Setelah itu, kaum muslim pun akhirnya sepakat menyetujui Abu Bakar sebagai pemimpin mereka yang memang sudah dipilih sendiri oleh Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar kemudian menutup pidatonya dengan kata-kata:
“Ikuti saya selama saya mengikuti Allah dan Nabi SAW. Tapi jangan ikuti jika saya menyimpang dari ajaran Allah dan Nabi SAW. Sekarang, mari kita sholat, Allah akan menyayangi mu”

“Dimana Nabi SAW akan dikuburkan?” salah seorang bertanya.
Abu Bakar ingat ketika Nabi SAW pernah berkata: “Nabi mesti dikuburkan di lokasi dimana dia meninggal” yang merupakan terjemahan bebas dari “No prophet dies who is not buried on the spot where he died”.

Demikianlah, Nabi Muhammad SAW pun akhirnya dikubur di tempat dia meninggal, yaitu di kamar Aishah. Kuburan di gali dilantai kamar Aishah, disebelah mesjid.
Tempat inilah yang kemudian dikenal sebagai “Haram Al-Nabawi”
(disadur dari The life of The Prophet Muhammad)

(sumber : http://cahyaiman.wordpress.com)

KOPI LUWAK, HARAMKAH?


Pertanyaan:

Kopi luwak merupakan jenis kopi yang mahal, dan sangat terkenal hingga keluar negeri. Namun permasalahannya kopi tersebut berasal dari buah kopi yang telah dimakan oleh binatang luwak, dengan kata lain berasal dari olahan pembuangan kotoran binatang luwak. Maka apa hukum mengkonsumsinya ?

Jawaban:

Ikhwati fillah, Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Hukum kopi luwak berkaitan erat dengan hukum binatang luwak dan kotorannya.

Hukum dagingnya:

Berdasar artikel di wikipedia:

"Binatang luwak/musang (Paradoxurus Hermaphrodirus) termasuk binatang buas (Carnivora ) pemakan daging. Selain itu binatang ini juga menyukai buah- buahan seperti pisang, pepaya, jambu dan buah kopi. Karena pemakan daging, binatang ini cenderung berperilaku kanibal bila dikumpulkan dengan luwak yang lebih kecil, karenanya kandang dibuat satu per satu."

Singkatnya mirip seperti kucing bertaring sedikit, dan kakinya bercakar.

Namun yang perlu diluruskan, adanya taring dan memakan daging atau memangsa musang yang lebih kecil itu tidak menjadikannya binatang buas seperti singa. Karena yang diharamkan itu adalah "binatang buas" yang bertaring. Sedangkan musang bukan termasuk binatang buas. Karena definisi yg paling kuat tentang binatang buas ialah binatang yang menyerang manusia, semisal, harimau, beruang, singa, serigala dan yang serupa.

Oleh karena itu binatang dhabu' atau hyena halal untuk dimakan, karena hyena tidak menyerang manusia, walaupun dia adalah pemakan daging.



عن ابْنِ أَبِى عَمَّارٍ قَالَ قُلْتُ لِجَابِرٍ الضَّبُعُ صَيْدٌ هِىَ ؟ قَالَ نَعَمْ. قَالَ قُلْتُ آكُلُهَا قَالَ نَعَمْ. قَالَ قُلْتُ لَهُ أَقَالَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ نَعَم

Dari Ibnu Abi 'Ammar, ia mengisahkan: Aku pernah bertanya kepada sahabat Jabir tentang hyena, apakah itu termasuk hewan buruan? Beliau menjawab: "Ya." Akupun kembali menekankan dengan berkata: "Apakah aku boleh memakannya?" Beliau kembali menjawab: "Ya." Aku kembali bertanya: "Apakah itu pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?" beliau kembali menjawab: "Ya." (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, dan hadits ini dinyatakan sebagai hadits shahih oleh banyak ulama', diantaranya oleh Syaikh Albani)

Hadits ini juga selaras dengan hadits lain, yang dengan tegas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ

Dari sahabat Jabin bin Abdillah, ia mengisahkan: "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hyena? Beliau menjawab: Hyena adalah binatang buruan, dan bila diburu oleh orang yang sedang berihram, maka ia berkewajiban membayar kafara yaitu menyembelih seekor domba." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa binatang buas yang diharamkan bukan hanya sekedar memakan daging, akan tetapi yang menyerang manusia sebagaimana disebutkan di atas. Yang demikian itu dikarenakan hyena dan binatang bertaring serupa tidak memiliki kebiasan menyerang manusia, terlebih-lebih luwak.

Hukum kotorannya:

Adapun hukum kotorannya, pendapat yang paling kuat di kalangan ulama adalah sucinya kotoran musang. Karena musang termasuk hewan yang halal dimakan, sementara semua hewan yang halal dimakan maka kotoran dan kencingnya adalah suci dan tidak najis. Ini adalah mazhab Al-Malikiah dan Al-Hanabilah, bahkan merupakan pendapat para sahabat seluruhnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam Al-Fatawa Al-Kubra (5/313), “Kencing dan tinja hewan yang boleh dimakan dagingnya adalah suci, tidak ada seorangpun dari para sahabat yang berpendapat najisnya. Bahkan pendapat yang menyatakan najisnya adalah pendapat yang muhdats (baru muncul), tidak ada contoh sebelumnya dari kalangan para sahabat.”

Hal ini juga dikuatkan dengan beberapa dalil dari hadits:


كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ . متفق عليه

"Dahulu sebelum dibangun masjid nabawi, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan sholat di kandang kambing."(Muttafaqun 'alaih)

Tentunya, kandang kambing tidak luput dari kotoran dan kencing kambing. Andaikan kotoran kambing dan hewan serupa najis, maka mana mungkin beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan sholat di dalamnya.

Pemahaman terhadap hadits ini juga dikuatkan oleh pemahaman terhadap hadits berikut:


قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا. متفق عليه


"Beberapa orang dari kabilah 'Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah, tidak

berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi onta-onta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu onta-onta tersebut." (Muttafaqun 'alaih)

Andai air seni onta najis, maka mana mungkin beliau memerintahkan tamunya untuk berobat dengan meminumnya.

Kesimpulan:

Berdasarkan penjelasan ini, maka disimpulkan bahwa kopi luwak adalah halal dan tidak najis. Yang demikian itu dikarenakan luwak tidak termasuk binatang buas, karena tidak menyerang manusia. Luwak termasuk binatang herbifora yang makanannya adalah buah-buahan. Sebagaimana tidak ada dalil khusus yang mengharamkannya. Dengan demikian kotoran luwak adalah suci dan tidak najis, dan kopi yang keluar bersama kotorannyapun suci dan tidak najis.

Seandainya luwak haram hukumnya, sehingga kotorannya pun najis, maka biji kopi yang dimakannya tetap halal karena tidak tercerna oleh perut luwak sehingga keluar bijinya dalam keadaan utuh kecuali kulit dan buahnya, demikian juga sebelum dijadikan minuman kopi tersebut telah dicuci dan dibersihkan dari kotoran. Sehingga tidak ada alasan untuk mengharamkannya. Wallahu a'alam bisshowab.

(sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2010/03/22/4199/kopi-luwakharamkah)

SIAPAKAH SUAMI BAGI WANITA PENGHUNI SORGA


PERTANYAAN:

Assalamu'alaikum.

Ustadz, teman ana bertanya sbb: Seorang istri mendapat syafaat dari suaminya –misalnya ibadah jihad– jika suaminya memilih bidadari surga sebagai istrinya, apakah istrinya yang di dunia akan menjadi istrinya di syurga, atau istrinya menikah dengan bidadara syurga? Bagaimana jawabannya? Wassalamu'alaikum,

Ummi, bekasi

JAWABAN:

Alhamdulillah washolaatu wassalamu 'alaa Rasulillah waba'du,

Ummi di Bekasi, karena pertanyaan ini berkaitan dengan aqidah, maka kami akan menjawab dengan menukil fatwa ulama.

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, bahwa Allah Azza wa Jalla hanya menyebutkan istri bagi suami (dalam surga) karena suami biasanya yang mencari dan dialah yang menginginkan terhadap wanita, oleh karena itu disebutkan istri-istri bagi para pria di dalam surga dan tidak disebutkan suami-suami bagi kaum wanita. Akan tetapi hal itu tidak bermakna mereka wanita tidak mendapatkan suami, namun mereka memiliki suami dari bangsa manusia.

Wanita di dunia tidak terlepas dari keadaan-keadaan berikut yaitu:

1. Apabila wanita tersebut meninggal sebelum menikah yakni masih perawan,maka di surga kelak Allah Azza wa Jalla akan menikahkan wanita tersebut dengan dengan seorang laki dari penduduk bumi berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

عن محمد قال‏:‏ اما تفاخروا واما تذاكروا‏:‏ الرجال في الجنة اكثر ام النساء‏؟‏ فقال ابو هريرة‏:‏ او لم يقل ابو القاسم صلى الله عليه وسلم ‏"‏ان اول زمرة تدخل الجنة على صورة القمر ليلة البدر‏.‏ والتي تليها على اضوا كوكب دري في السماء‏.‏ لكل امرئ منهم زوجتان اثنتان‏.‏ يرى مخ سوقهما من وراء اللحم‏.‏ وما في الجنة أعزب‏؟‏‏"‏

Dari Muhammad berkata: “Apakah mereka saling berbangga atau saling mengingatkan: kaum laki di surga lebih banyak atau wanita? Maka Abu Hurairah berkata: Bukankah Abul Qasim shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga menyerupai bentuk bulan purnama, kemudian yang berikutnya secerah cahaya bintang di langit, setiap orang di sana memiliki dua orang istri, di mana dia dapat melihat sumsum mereka dari balik dagingnya. Dan di surga tidak ada bujangan” (HR Muslim No. 5062 Juz: 13 hal: 467, Maktabah Syamilah).

Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut belum pernah menikah di dunia maka Allah akan menikahkannya dengan laki-laki yang disukainya di surga. Karena kenikmatan di surga tidak hanya terbatas untuk kaum laki saja, namun juga untuk kaum laki dan wanita, di mana yang termasuk kenikmatan: adalah menikah.

2. Kondisi nomor satu di atas juga berlaku bagi wanita yang meninggal namun bercerai.

3. Kondisi nomor satu di atas berlaku pula bagi wanita yang suaminya bukan termasuk penghuni surga.

Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut termasuk ahli surga dan belum menikah, atau suaminya bukan termasuk ahli surga, maka apabila dia masuk surga maka di surga ada kaum laki-laki yang belum menikah sebelumnya, maka dia menikah dengan salah satu wanita tersebut.

4. Adapun wanita yang meninggal setelah menikah –dia termasuk ahli surga– maka dia menikah dengan mantan suaminya di dunia.

5. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia tidak menikah lagi setelah itu sampai dia meninggal maka wanita itu menjadi istrinya di surga.

6. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia menikah lagi sesudahnya maka wanita tadi menjadi istri bagi suaminya yang terakhir meskipun wanita tadi sudah berkali-kali menikah, maka sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

عن ميمون بن مهران قال : خطب معاوية رضي الله عنه أم الدرداء ، فأبت أن تزوجه و قالت : سمعت أبا الدرداء يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " المرأة في آخر أزواجها أو قال : لآخر أزواجها " أو كما قالت - و لست أريد بأبي الدرداء بدلا ) ( سلسلة الأحاديث الصحيحة للألباني).

Dari Maimun bin Mihran berkata: Mu’awiyah radhiyallahu anhu melamar istri Abu Darda’, namun dia tidak menerimanya dan berkata: Aku mendengar Abu Darda’ berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wanita bersama suaminya yang terakhir,” dia berkata: dan aku tidak ingin pengganti untuk Abu Darda’ (hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Ali Al-Harrani Al-Qusyairi dalam Tarikhul Riqqah (2/39/3) Silsilah Ahadits Shahihah karangan Syaikh Albani 3/25).

Juga berdasarkan perkataan Hudzaifah radhiyallahu anhu kepada istrinya:

عن حذيفة – رضي الله عنه – لامرأته : ( إن شئت أن تكوني زوجتي في الجنة فلا تزوجي بعدي فإن
المرأة في الجنة لآخر أزواجها في الدنيا فلذلك حرم الله على أزواج النبي أن ينكحن بعده لأنهن أزواجه في الجنة)).أخرجه البيهقي في السنن

Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu berkata kepada istrinya: “Jika kamu ingin menjadi istriku di surga maka jangan menikah lagi sesudahku: karena wanita di surga bersama suaminya yang terakhir di dunia oleh karena itu Allah mengharamkan kepada istri-istri Nabi untuk menikah lagi sesudahnya karena mereka adalah istri-istri Beliau di surga,” (dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunannya (7/69-70).

Permasalahan: Sebagian mungkin berkata: bahwa dalam doa jenazah kita mengucapkan: "Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya." Tapi apabila dia menikah, bagaimana kita mendoakannya sedangkan kita tahu bahwa suaminya di dunia adalah suaminya di surga dan apabila dia belum menikah maka di mana suaminya?

Jawabannya: Sebagaimana dikatakan Syaikh Utsaimin rahimahullah: Jika dia belum pernah menikah maka yang dimaksud yang lebih baik dari suaminya adalah suami yang telah ditentukan untuknya jika dia masih hidup, adapun jika dia pernah menikah maka yang dimaksudkan yang lebih baik dari suaminya yakni lebih baik dalam sifatnya di dunia karena pergantian adalah dengan mengganti zatnya sebagaimana jika kita menukar seekor kambing dengan unta misalnya, begitu juga dengan menggantikan sifatnya sebagaimana seandainya saya berkata kepada anda (semoga Allah mengganti kekufuran orang ini dengan keimanan, begitu pula seperti dalam firman Allah Ta’ala:

ويوم تبدل الأرض غير الأرض والسماوات

"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa" (Qs. Ibrahim 48).

Maksudnya buminya tetap bumi yang sama, akan tetapi dibentangkan dan langit pun tetap langit yang sama akan tetapi dibelah. Wallahu a’lam bis-shawab.

(sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2010/03/30/4559/siapakah-suami-bagi-wanita-penghuni-surga

Selasa, 30 Maret 2010

SIAPA YANG AKAN MENSHOLATKAN JENAZAHMU KELAK


Saudaraku,
Siapa yang akan menyolatkan jenazahmu kelak?
Apakah engkau sudah memilih orang-orang yang akan berdiri mengisi shaf-shaf di belakang jenazahmu, untuk menyolatkanmu?

Pertanyaan yang mungkin terdengar aneh dan membingungkan. Apa mungkin kita memilih itu? Apakah kita pantas untuk memilih orang yang akan menyolatkan kita?
Jangan gusar saudaraku, sabar .. buka hatimu sebelum membuka mata dan telingamu!

Sudah menjadi kebiasaan, bahwasanya yang akan menyolatkan jenazahmu adalah orang-orang yang engkau cintai dan teman-temanmu, bukankah begitu?

Sekarang cobalah lihat orang-orang di sekelilingmu, lihatlah teman-teman dekatmu, siapa di antara mereka yang pantas untuk menyolatkanmu apakah si A atau si B, apakah dia memang pantas menyolatkanmu?

Saudaraku,

Janganlah menutup mata dari realita yang ada dan jangan sumbat telingamu dari nasehat yang berharga. Bisa jadi kenyataan yang ada memang pahit dan nasehat yang akan engkau dengar menyakitkan. Lapangkanlah dadamu semoga Allah Ta’ala memberkahimu.

Saudaraku, kita harus menelan pahitnya permasalahan ini. Karena itu lebih baik dari kita menelan akibatnya di hari kiamat, di mana tak mungkin lagi mengulangi kehidupan di dunia.

Saudaraku,
• Siapa yang akan memandikanmu?
• Siapa yang akan mengafankanmu?
• Siapa yang akan mengangkat kerandamu?
• Siapa yang akan menyolatkanmu?
• Siapa yang akan meletakkanmu di liang lahad?
• Siapa yang akan mendo’akanmu?
• Siapa yang akan berdiri di sisi kuburanmu, berdo’a untukmu agar Allah meneguhkanmu ketika malaikat menanyamu?

Jawablah saudaraku!

Siapa yang akan menangisimu?
• Apakah perokok itu?
• Ataukah orang yang tidak mau tunduk dan sholat kepada Robbnya ini?
• Ataukah orang yang meninggalkan puasa dan zakat ini?
• Ataukah orang yang membiarkan istri dan anak perempuannya bebas berkeliaran di jalanan dan tempat hiburan dengan penampilan yang buruk dan pakaian yang hampir telanjang? Orang yang rela dirinya menjadi seorang Dayyuts?
• Ataukah orang yang bergelimang maksiat dan dosa besar?
• Ataukah orang yang tidak memalingkan pandangannya dari wanita bukan mahrom, memandangnya seakan-akan menelanjanginya dengan matanya?

Saudaraku, siapa orang yang engkau inginkan menangisi kematianmu?
• Apakah temanmu yang mengajakmu ke tempat-tempat minuman keras, ataukah orang yang mengajakmu ke majlis-majlis ilmu?
• Atau orang yang kalau berbicara, tema pembicaraannya denganmu adalah berita-berita artis, bintang film, penari dan penyanyi, serta menyampaikan kepadamu berita-berita cabul dan keji, ataukah orang yang kalau berbicara kepadamu mengatakan,; Allah berfirman .. Rasulullah bersabda?
• Atau orang yang mengajakmu ke tempat hiburan, pantai, sinema dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi serta perlombaan-perlombaan ataukah yang mengajakmu ke taman-taman surga?
• Apakah orang yang mengajak atau bersamamu main domino, catur dan tenis ataukah orang yang membukakan untukmu lembaran-lembaran Mushaf Al Qur’an?

Saudaraku...

Siapa teman dekat dan sahabat akrabmu? Kami bantu engkau untuk memilih sahabat atau teman yang akan menyolatkan jenazahmu esok.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda,
(( لاتصحب إلا مؤمناً ولا يأكل طعامك إلا تقي))

“Janganlah bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan janganlah memakan makananmu kecuali seorang yang bertakwa”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim, dihasankan oleh Al Albany, Shohih Al Jami’ no. 7341)

Beliau shollallahu ‘alaihi wasallama juga bersabda,
(( مثل الجليس الصالح والجليس السوء كمثل صاحب المسك وكير الحداد ، لايعدمك من صاحب المسك أن تشتريه أو تجد ريحه ، وكير الحداد يحرق بدنك أو ثوبك أو تجد منه ريحاً خبيثاً))

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu laksana berteman dengan penjual minyak wanig dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi engkau bisa membeli darinya atau setidaknya mendapatkan aromanya. Sedangkan pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu atau engkau mendapatkan darinya bau yang tidak sedap”. (HR. Bukhari)

Coba engkau renungkan buah dari persahabatan yang baik dengan orang yang baik di dunia sebelum manfaatnya di akhirat!

Rasul kita shollallahu ‘alaihi wasallama mengisahkan, ada tiga orang dari umat sebelum kalian yang melakukan perjalanan, sehingga mereka terpaksa bermalam di sebuah go’a, tatkala mereka telah memasukinya bebatuan dari atas gunung berjatuhan sehingga menutupi pintu gua. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada yang akan menyelamatkan kalian dari gua ini kecuali setiap kalian berdo’a kepada Allah dengan amal sholehnya’.

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallama menyebutkan di dalam kisah tersebut, bahwasanya orang yang pertama berdo’a dengan amal sholehnya maka terbukalah sedikit pintu gua yang tertutup bebatuan yang longsor itu, akan tetapi mereka belum bisa keluar.

Dan yang kedua berdo’a dengan amal sholehnya, lalu batu yang menutup pintu goa bertambah terbuka namun mereka belum juga bisa keluar darinya.

Dan yang ketiga juga berdo’a dengan amal sholeh maka terbukalah pintu gua tersebut dan merekapun keluar. (kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari)

Perhatikan bagaimana persahabatan ini bermanfaat sehingga Allah Ta’ala mengeluarkan semuanya dengan selamat.

Bayangkan saudaraku,

Kalaulah salah seorang dari mereka tidak memiliki kesalehan, niscaya mereka tidak dapat keluar, bahkan bisa jadi semuanya mati, akibat siapa? Akibat maksiat yang seorang itu.

Rasululllah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
(( مامن رجل مسلم يموت فيقوم على نجازته اربعون رجلاً لايشركون بالله شيئاًإلا شفعهم الله فيه ))

“Tidaklah seorang muslim wafat, lalu berdiri menyolatkan jenazahnya empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun melainkan Allah jadikan mereka sebagai syafa’at baginya”. (HR. Muslim)

Ini mencakup dua perkara :

Pertama : mereka menjadi syafaat baginya maksudnya tulus berdo’a untuknya memohonkan ampuntan untuknya.
Kedua : mereka adalah orang-orang yang beriman; akidah mereka bersih dari syirik kecil apalagi yang besar.

Saudaraku, kesempatan masih terbentang di hadapanmu.

Tidakkah engkau melihat jenazah dan orang-orang yang berjalan mengiringi di belakangnya, keadaan mereka sama seperti keadaan si mayit. Bukan itu kenyataan yang ada?

Bahkan engkau lihat, orang yang mengantar jenazahmu ini bisa jadi tidak ikut menyolatkanmu, akan tetapi ia menunggu di luar mesjid. Apabila orang selesai menyolatkanmu dia ikut mengangkatmu untuk memasukkanmu ke liang lahad. Bukankah ini realita yang memedihkan yang kita saksikan? Bahkan mungkin engkau sendiri tidak menyolatkan jenazah salah seorang temanmu yang engkau antar.

Mungkin engkau akan mengatakan, lantas apa yang harus aku lakukan? Apa jalan yang harus aku tempuh?

Simaklah kisah berikut ini, yang dikisahkan oleh Nabi kita shollallahu ‘alaihi wasallama, “Dahulu pada masa orang-orang sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh Sembilan puluh sembilah jiwa. Lalu ia bertanya siapa orang yang paling berilmu. Maka ditunjukanlah kepadanya seorang rahib. Ia pun pergi mendatanginya. Ia berkata kepada rabib tersebut, ‘Sesungguhnya aku telah membunuh Sembilan puluh Sembilan jiwa, apakah masih ada taubat untukku? Rahib berkata, ‘Tidak’. Maka ia membunuhnya, genaplah seratus orang dibunuhnya. Kemudian ia menanyakan lagi tentang orang yang paling berilmu (tempatnya bertanya). Ditunjukkanlah kepadanya seorang ‘alim (yang berilmu). Ia mendatanginya dan berkata, ‘Aku telah membunuh seratus orang, apakah masih ada taubat untukku? Ahli ilmu itu menjawab, ‘Ya, siapa yang akan menghalangi antara engkau dengan taubat?! Pergilah ke negeri ini dan ini, sesungguhnya di sana ada orang-orang yang mengibadati Allah, ibadatilah Allah bersama mereka jangan pulang ke kampungmu, sesungguhnya kampungmu itu tempat yang buruk’.

Berangkatlah ia sehingga di pertengahan jalan, Malaikat Maut mendatanginnya, maka malaikat rahmat dan malaikat azab saling berebut untuk membawa ruhnya. Malaikat rahmat berkata, ‘Ia datang kepada kami dengan bertaubat, menghadap Allah dengan hatinya’. Dan malaikat azab berkata, ‘Dia belum melakukan amal kebaikan sama sekalipun’. Maka Allah mengutus seorang malaikat kepada mereka. Dan memerintahkan kedua malaikat itu mengukur jarak antara ke dua tempat tersebut. Ketempat mana jaraknya yang terdekat denganya maka orang itu untuknya. Maka mereka mengukurnya, mereka mendapatkannya lebih dekat ke negeri yang ditujunya, maka malaikat rahmat membawanya”.

Dalam riwayat lain, “Maka Allah mewahyukan kepada bumi yang ditinggalkannya untuk menjauh dan bumi yang akan ditujunya untuk mendekat”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Baihaqy dan Ibnu Majah)

Saudaraku, inilah berkah keta’atan, berkah bersegera bertaubat.

Dari kisah ini kita petik pelajaran berharga, bahwasanya disukai bagi seorang yang bertaubat meninggalkan tempat-tempat dia dulu melakukan perbuatan dosa, dan teman-teman yang dulu membantunya berbuat maksiat, serta memutus persahabatan dengan mereka selama mereka tidak berobah masih bergelimang lumpur maksiat. Dan hendaklah ia menggantikan mereka dengan berteman dengan orang-orang yang baik dan sholeh, serta ahli ilmu dan ibadah, dan orang-orang yang bisa dijadikan teladan serta berteman dengan mereka mendatangkan manfaat dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala memrintahkan kita bertaubat dan kembali kepadaNya,
﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأنهار (اتحريم:8

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuhah, mudah-mudahan Robb kamu mengampuni dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam surge-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.

Dari sekarang saudaraku, jangan tutup halaman ini kecuali engkau telah menutup lembahan-lembaran masa lalumu. Untuk membuka lembaran-lembaran baru yang putih bersih ..awal jalanmu menuju Allah, jalan menuju ridhoNya, jalan menuju Daarus Salam.
( وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ (يونس : 25

Artinya, “Dan Allah menyerumu kepada Daarus Salam dan menunjuki orang-orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus”.

Ya Allah, tunjukilah kami kepada jalanMu yang lurus, dan kumpulkanlah kami kelak di hari kiamat bersama para nabi, orang-orangh yang shiddiq, orang-orang yang mati syahir dan orang-orang yang sholeh, merekalah sebaik-sebaik teman, Allahumma Aamiin.

Oleh: Ustadz Abu Zubair - Telaga Hati Online
(sumber : http://assunnah-qatar.com/tazkiyatun-nufus-artikel-199/672-siapa-yang-akan-menyolatkan-jenazahmu-kelak.html)

Sabtu, 27 Maret 2010

HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI


Ketahuilah bahwa seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga, bagi isteri, juga bagi anak-anaknya, karena Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin. Allah memberi keutamaan bagi laki-laki yang lebih besar daripada wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya. Dan Allah Ta’ala berfirman:

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa' : 34]

Oleh karena itu, suami mempunyai hak atas isterinya yang harus senantiasa dipelihara, ditaati dan ditunaikan oleh isteri dengan baik yang dengan itu ia akan masuk Surga.

Masing-masing dari suami maupun isteri memiliki hak dan kewajiban, namun suami mempunyai kelebihan atas isterinya.

Allah Ta’ala berfirman: “Artinya : Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Baqarah : 228]

[1]. Ketaatan Isteri Kepada Suaminya

Setelah wali atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Artinya : Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [1]

Sujud merupakan bentuk ketundukan sehingga hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan isteri kepadanya. Sedangkan kata: “Seandainya aku boleh...,” menunjukkan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh (dilarang) dan hukumnya haram.

Sang isteri harus taat kepada suaminya dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam agama). Misalnya ketika diajak untuk jima’ (bersetubuh), diperintahkan untuk shalat, berpuasa, shadaqah, mengenakan busana muslimah (jilbab yang syar’i), menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan Surga bagi dirinya, seperti sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Artinya : Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” [2]

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga,

“Artinya : Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” [3]

Dikisahkan pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang wanita yang datang dan mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”

Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Artinya : Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” [4]

Hadits ini menggambarkan perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk memperhatikan hak suami yang harus dipenuhi isterinya karena suami adalah Surga dan Neraka bagi isteri. Apabila isteri taat kepada suami, maka ia akan masuk Surga, tetapi jika ia mengabaikan hak suami, tidak taat kepada suami, maka dapat menyebabkan isteri terjatuh ke dalam jurang Neraka. Nasalullaahas salaamah wal ‘aafiyah.

Bahkan, dalam masalah berhubungan suami isteri pun, jika sang isteri menolak ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat oleh Malaikat, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur (untuk jima’/bersetubuh) dan si isteri menolaknya [sehingga (membuat) suaminya murka], maka si isteri akan dilaknat oleh Malaikat hingga (waktu) Shubuh.” [5]

Dalam riwayat lain (Muslim) disebutkan: “sehingga ia kembali”. Dan dalam riwayat lain (Ahmad dan Muslim) disebutkan: “sehingga suaminya ridha kepadanya”.

Yang dimaksud “hingga kembali” yaitu hingga ia bertaubat dari perbuatan itu. [6]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (isteri) tetap tidak boleh menolak.” [7]

Dalam ajaran Islam, seorang isteri dilarang berpuasa sunnat kecuali dengan izin suaminya, apabila suami berada di rumahnya (tidak safar). Berdasarkan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

“Artinya ; Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnat) sedangkan suaminya ada (tidak safar) kecuali dengan izinnya. Tidak boleh ia mengizinkan seseorang memasuki rumahnya kecuali dengan izinnya dan apabila ia menginfakkan harta dari usaha suaminya tanpa perintahnya, maka separuh ganjarannya adalah untuk suaminya.” [8]

Dalam hadits ini ada tiga faedah:

[1]. Dilarang puasa sunnat kecuali dengan izin suami.

[2]. Tidak boleh mengizinkan orang lain masuk kecuali dengan izin suami.

[3]. Apabila seorang isteri infaq/shadaqah hendaknya dengan izin suami.

Dalam hadits ini seorang isteri dilarang puasa sunnat tanpa izin dari suami. Larangan ini adalah larangan haram, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi rahimahullaah.

Imam an-Nawawi berkata, “Hal ini karena suami mempunyai hak untuk “bersenang-senang” dengan isterinya setiap hari. Hak suami ini sekaligus merupakan kewajiban seorang isteri untuk melayani suaminya setiap saat. Kewajiban tersebut tidak boleh diabaikan dengan alasan melaksanakan amalan sunnah atau amalan wajib yang dapat ditunda pelaksanaannya.” [9]

Jika isteri berkewajiban mematuhi suaminya dalam melampiaskan syahwatnya, maka lebih wajib lagi baginya untuk mentaati suaminya dalam urusan yang lebih penting dari itu, yaitu yang berkaitan dengan pendidikan anak dan kebaikan keluarganya, serta hak-hak dan kewajiban lainnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak suami lebih utama dari amalan sunnah, karena hak suami merupakan kewajiban bagi isteri. Melaksanakan kewajiban harus didahulukan daripada melaksanakan amalan sunnah.” [10]

Agama Islam hanya membatasi ketaatan dalam hal-hal ma’ruf yang sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh generasi terbaik, yaitu Salafush Shalih. Sedangkan perintah-perintah suami yang bertentangan dengan hal tersebut, tidak ada kewajiban bagi sang isteri untuk memenuhinya, bahkan dia berkewajiban untuk memberikan nasihat kepada suaminya dengan lemah lembut dan kasih sayang.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]

__________

Foote Note

[1]. Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1159), Ibnu Hibban (no. 1291 - al-Mawaarid) dan al-Baihaqi (VII/291), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini diriwayatkan juga dari beberapa Shahabat. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1998).

[2]. Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 1296 al-Mawaarid) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiih Mawaariduzh Zham’aan (no. 1081).

[3]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XIX/140, no. 307) dan Mu’jamul Ausath (VI/301, no. 5644), juga an-Nasa-i dalam Isyratun Nisaa' (no. 257). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 287).

[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (VI/233, no. 17293), an-Nasa-i dalam ‘Isyratin Nisaa' (no. 77-83), Ahmad (IV/341), al-Hakim (II/189), al-Baihaqi (VII/291), dari bibinya Husain bin Mihshan radhiyallaahu ‘anhuma. Al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

[5] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3237, 5193, 5194), Muslim (no. 1436), Ahmad (II/255, 348, 386, 439, 468, 480, 519, 538), Abu Dawud (no. 2141) an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa' (no. 84), ad-Darimi (II/149-150) dan al-Baihaqi (VII/292), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.

[6]. Fat-hul Baari (IX/294-295).

[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1853), Ahmad (IV/381), Ibnu Hibban (no. 1290- al-Mawaarid) dari ‘Abdullah bin Abi Aufa radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Aadabuz Zifaaf (hal. 284).

[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5195), Muslim (no. 1026) dan Abu Dawud (no. 2458) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dan lafazh ini milik Muslim.

[9]. Syarah Shahiih Muslim (VII/115).

[10]. Fat-hul Baari (IX/296).

(diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)

MANDI DI HARI JUMAT, WAJIB ATAU SUNNAH


Para ulama sepakat bahwa mandi hari Jum’at bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum'at disyari'atkan. Mandi ini menjadi keistimewaan hari Jum'at. Karena pentingnya, kita dapatkan beberapa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat menekankannya. Bahkan sebagian riwayat, secara dzahir menyebutkan kata wajib. Karenanya sebagian ulama berpendapat hukum mandi di hari Jum'at adalah wajib. Namun, mayoritas mereka berpendapat sunnah mu'akkadah (sangat-sangat ditekankan) setelah mengkomparasikan beberapa hadits tentang mandi di hari Jum'at ini.

Argumentasi yang mewajibkannya

Para ulama yang berpendapat wajibnya mandi di hari Jum'at, bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum'at, mendasarkan pada beberapa dalil berikut ini:

غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

"Mandi Jum'at adalah wajib bagi setiap yang telah bermimpi (baligh)." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al -Tirmidzi)

Hadits ini menjadi dalil utama bagi orang yang berpendapat wajbnya mandi hari Jum’at.

Dalam Shahih Muslim disebutkan, "ketika Umar bin Khathab radliyallah 'anhu berkhutbah di hari Jum'at, tiba-tiba Utsman bin 'Affan masuk. Maka Umar memotong khutbahnya untuk menegurnya seraya berkata, "kenapa orang-orang terlambat setelah seruan dikumandangkan?" Utsman menjawab, "Ketika aku mendengar seruan Adzan, aku tidak dapat berbuat lebih daripada sekedar wudlu' dan kemudian berangkat." Maka Umar berkata, "hanya berwudlu? Bukankah kalian pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)

Dalam riwayat Bukhari, Umar berkata, "tidaklah kalian pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا رَاحَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at, hendaklah ia mandi."

Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْمًا يَغْسِلُ فِيهِ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ

"Wajib bagi setiap muslim untuk mandi pada satu hari dari setiap tujuh hari, pada mandi itu dia mengguyur kepala dan badannya." (HR. Bukhari)
Dalam lafadz al-Nasai dari Jabir yang dia sandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

عَلَى كُلِّ رَجُلٍ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ غُسْلُ يَوْمٍ وَهُوَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ

"Kewajiban bagi setiap muslim, pada setiap tujuh hari untuk mandi pada satu hari, yaitu pada hari Jum'at." (HR. Al Nasai dan dinilai shahih oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al-Nasai (1/44) dan dalam Irwa' al Ghalil (1/173)).

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)

Ibnu Umar radliyallah 'anhuma berkata, "sesungguhnya mandi itu diwajibkan bagi yang wajib menunaikan shalat Jum'at." (HR. al Bukhari sebelum hadits no. 894)

Syaikh Ibnu Utsaimin juga menguatkan pendapat ini. Hukum wajib mandi Jum'at lebih beliau kuatkan dalam kitab al-Syarhu al-Mumti' 'alaa Zaad al-Mustaqni': V/108-110.

Syaikh Abu Malik Kamal bin al Sayyid Salim dalam Shahih Fiqih Sunnah, memilih pendapat ini. Beliau berkata, "diwajibkan mandi bagi siapa yang mendatangi shalat Jum'at, yaitu orang-orang yang diperintahkan untuk menunaikan shalat Jum'at, menurut pendapat ulama yang paling shahih, berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan dalam Perkara-perkara yang mewajibkan mandi." (Shahih Fiqih Sunnah, II/305)

Shafiyyurrahman al Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram Ta'liq 'alaa Bulughul Maram menyatakan bahwa pendapat ini lebih absah, lebih rajih, dan lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Dan berpendapat dengan ini jauh lebih selamat.

Argunentasi yang menyatakan tidak wajib

Jumhur Ulama berpendapat mandi Jum'at tidak wajib. Mereka mengakui keshahihan hadits-hadits yang dibawakan oleh ulama yang mewajibkannya. Namun setelah dikorelasikan dengan riwayat-riwayat lain, mereka menakwilkan kata "wajib" sebagai taukid (penekanan). Karenanya mereka menyimpulkan bahwa hukum mandi shalat Jum'at adalah sunnah mu'akkadah. Berikut ini dasar pendapat mereka:

Pertama, Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa berwudlu', lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum'at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim no. 857)

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebutkan wudlu' dan hanya menfokuskan padanya, tidak pada mandi, lalu menilainya sah sekaligus menyebutkan pahala yang diperoleh dari hal tersebut. Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapi Sunnah Mu'akkadah.

Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapiSunnah Mu'akkadah.

Imam al Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Shahih Muslim, ketika memberikan syarah hadits, "siapa yang mandi kemudian mendatangi Jum'at, lalu shalat sebagainya yang dia mampu, lalu memperhatikan khutbah hingga selesai, lalu shalat bersama Imam, maka diberi ampunan untuknya pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya," beliau menyitir riwayat di atas. Kemudian berkata, "di dalam hadits (pertama) terdapat keutamaan mandi. Dan itu bukan hal yang wajib berdasarkan riwayat kedua. Di dalamnya terdapat anjuran berwudlu' dan memperbagusnya."

Kedua, hadits Samurah bin Jundab radliyallah 'anhu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ, وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

"Barangsiapa yang berwudlu', maka dia telah mengikuti sunnah dan itu yang terbaik. Barangsiapa yang mandi , maka yang demikian itu lebih afdhal." (HR. Abu Dawud no. 354, al-Tirmidzi no. 497, al-Nasai no. 1379, Ibnu Majah no. 1091, Ahmad, no. 22. Imam al-Tirmidzi menghasankannya)

Ibnu Hajar mencantumkan hadits ini dalam Bulughul Maram sesudah hadits yang menunjukkan wajibnya mandi Jum'at. Dan berdasarkan hadits ini, Jumhur mendasarkan pendapat mereka.

Imam al Shan'ani dalam Subul al-Salam berkata, "hadits ini menjadi dalil tidak wajibnya mandi."

Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram berkata, "hadits ini menguatkan pendapat Jumhur bahwa mandi hari Jum’at tidak wajib."

Ketiga, pengakuan 'Umar dan para sahabat terhadap 'Utsman yang berangkat menunaikan shalat Jum'at dengan berwudlu' saja, tidak mandi. Mereka tidak menyuruh 'Ustman untuk keluar dari masjid serta tidak menolaknya sehingga hal itu menjadi ijma' mereka bahwa mandi bukan menjadi syarat sahnya shalat Jum'at dan tidak wajib.

Imam al Nawawi mengambil kesimpulan dari kisah ini, seandainya mandi Jum'at itu wajib pasti 'Utsman tidak akan meninggalkannya. Dan jika wajib, pasti 'Umar dan para sahabat lainnya akan menyuruhnya mandi. Padahal status keduanya sebagai Ahlul Halli wal 'Aqdi.

Imam al Tirmidzi rahimahullah menyimpulkan dari kisah ini, bahwa mandi hari Jum'at bersifat pilihan dan bukan sesuatu yang wajib.

Keempat, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada para sahabat yang keluar bekerja pada hari Jum'at sehingga mereka terkena debu dan menimbulkan bau tidak sedap;

لَوْ اغْتَسَلْتُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

"Alangkah baiknya kalian mandi pada hari Jum'at." (HR. Muslim dari 'Aisyah radliyallah 'anha) dalam riwayat lain, "kalau saja kalian membersihkan diri kalian untuk hari kalian ini."

Lafadz hadits ini memberikan pengertian bahwa mandi hari Jum'at itu bukan suatu yang wajib. Pengertian dari sabda beliau di atas adalah, "niscaya akan lebih baik dan lebih sempurna." (Syarh Shahih Muslim: IV/382)

Kelima, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada)." (Muttafaq 'alaih; al-Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846)

Lahiriyah hadits ini menunjukkan bahwa memakai siwak dan wewangian adalah wajib. Padahal menurut kesepakatan yang ada tidak demikian. Hal itu menunjukkan bahwa sabda beliau "wajib" itu bukan makna yang sebenarnya. Namun, maksudnya adalah sunnah mu'akkadah. Sebab tidak dibenarkan penggabungan sesuatu yang wajib dan sesuatu yang tidak wajib dalam satu kata sambung wawu (artinya: dan). Hanya Allah yang lebih tahu. (lihat al Mufhim Limaa Asykala Talkhiish Kitab Muslim, Imam al Qurtubi: II/479-480 ; Fathul Baari, Ibnul Hajar: II/356-364 ; dan Zaad al Ma'ad, Ibnul Qayyim: I/376-377)

Keenam, pendapat beberapa ulama:

Ibnu Qudamah berkata, "tidak ada perbedaan mengenai disunnahkannya hal tersebut. Dalam hal itu terdapat banyak atsar shahih sehingga hal itu bukanlah sesuatu yang wajib menurut pendapat mayoritas ulama. Itu merupakan pendapat al Auza'i, al-Tsauri, Malik, al-Syafi'i, Ibnul Mundzir, dan Ashabul Ra'yi. Ada yang berpendapat yang demikian itu adalah ijma." (al Mughni, Ibnu Qudamah: III/225)

Imam Ibnu 'Abdil Barr berkata, "para ulama telah bersepakat bahwa mandi hari Jum'at bukan suatu yang wajib, kecuali satu kelompok dari penganut paham al-Dzahiriyah. Mereka mewajibkan dan bersikap keras dalam hal itu. Sedangkan di kalangan ulama dan fuqaha' terdapat dua pendapat: salah satunya menyebut sunnah dan yang lainnya mustahab. Bahwasanya perintah mandi Jum'at itu karena suatu alasan sehingga ketika alasan itu sudah ditangani, gugurlah perintah tersebut. Sesungguhnya pemakaian wangi-wangian sudah cukup memadai." (al-Tamhiid: XIV/151-152)

Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa, mandi hari Jum'at sunnah, bukan wajib. Telah diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ibnu Mas'ud, 'Aisyah, dan sahabat-sahabat lainnya. hal ini juga yang telah disampaikan Jumhur Fuqaha' seperti al-Tsauri, al-Auza'i, Abu Hanifah, al-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Selain itu juga diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Malik. Maka perintah mandi diartikan sebagai sesuatu yang sunnah. (Fath al Baari, Ibnu Rajab: (VIII/78-82)

Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah juga berpendapat bahwa mandi hari Jum'at hukumnya sunnah mu'akkadah. Beliau berkata, "mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah, yang senantiasa harus dijaga seorang muslim dalam rangka keluar dari orang yang mewajibkannya. . . . Yang benar adalah bahwa bahwa mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah. Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Mandi Hari Jum'at itu wajib bagi setiap yang telah baligh," maknanya menurut mayoritas ulama sudah sangat jelas sebagaimana ungkapan orang Arab: "janji itu hutang dan wajib bagiku untuk melunasinya." Sebagian mereka mengemukakan: "Aku wajib memenuhi hak anda," dan itu berari penekanan. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh kebijakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sudah cukup dengan hanya memerintahkan berwudlu' saja dalam beberapa hadits. Demikian halnya dengan memakai wewangian, bersiwak, mengenakan pakain terbagus, dan segera berangkat ke tempat pelaksanaan Jum'at (masjid). Semua itu merupakan hal yang sunah, memang dianjurkan, dan bukan suatu yang wajib." (disarikan dari fatwa-fatwa Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Bazz. Lihat Majmu' Fatawa Syaikh bin Bazz (XII/404), al-Fataawa al-Islaamiyyah (I/419). DR. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani dalam Shalatul Mukmin, mennuturkan keterangan Syaikh bin Bazz ini didengarnya beberapa kali saat mengupas Shahih Bukhari no. 818 dan seterusnya.)

Mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah, yang senantiasa harus dijaga seorang muslim dalam rangka keluar dari orang yang mewajibkannya. . . (Syaikh ibnu Bazz)

Kesimpulan

Dari argumentasi yang disampaikan oleh dua kelompok ulama di atas, nampak pendapat kedua yang lebih benar. Namun demikian tidak boleh diremehkan perintah ini, karena mandi hari Jum'at telah diamalkan oleh sejumlah ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang setelah mereka.

Dari hadits-hadits yang sama-sama diakui dua kelompok, terkandung anjuran yang sangat ditekankan untuk melaksanakan mandi Jum'at. Karenanya, hendaknya seorang muslim menjaga perintah ini dan tidak meninggalkannya sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan pendapat di kalangan orang-orang yang mewajibkannya secara mutlak.

Tentang anjuran mandi Jum'at ini, Ibnul Qayyim menjelaskan, bahwa perintah ini lebih kuat daripada perintah shalat witir, membaca basmalah dalam shalat, wudlu karena menyentuh wanita, wudlu setelah menyentuh kemaluan, wudlu karena tertawa terbahak-bahak dalam shalat, wudlu karena mimisan, berbekam dan muntah; juga hukum shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada tasyahud akhir, dan hukum wajib bacaan untuk makmum. (Zaad al Ma'aad: I/376)

Hendaknya seorang muslim menjaga perintah ini dan tidak meninggalkannya sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan pendapat di kalangan orang-orang yang mewajibkannya secara mutlak.

Perintah ini lebih ditekankan lagi atas orang yang berkeringat dan keluar bau tidak sedap. Karena hal ini mengganggu saudaranya yang lain dan juga mengganggu para malaikat. Dari sini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat wajib atas orang yang berkeringat dan berbau tidak sedap yang dapat mengganggu orang lain. (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah: I/307-308). Wallashu a'lam bil Shawaab . . .

(sumber : http://www.voa-islam.com/trivia/ibadah/2010/03/26/4338/hukum-mandi-hari-jum%27atwajib-atau-sunnah)

MUKJIZAT RASULULLAH SAW: MEMBELAH BULAN


Kisah ini diceritakan oleh Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar (pakar Geologi Muslim) tentang pengalaman seorang pemimpin Al-Hizb al-Islamy Inggris yang masuk Islam karena takjub dengan kebenaran terbelahnya bulan.

Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah" (QS. Al-Qamar 1).

Apakah kalian akan membenarkan kisah dari ayat Al-Quran ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris?

Di bawah ini adalah kisahnya:
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah?

Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari al-Quran. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi, “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah”, mengandung mukjizat secara ilmiah?”

Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad Saw. sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana Nabi-nabi sebelumnya.

Mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi, hal itu memang benar termaktub di dalam al-Quran dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.

Allah ta’alaa memang benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu. Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Makkah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?”

...Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya...

Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan”. Maka, Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu, Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya. Maka, serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa sihir memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya, akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Maka, mereka pun menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Lalu, orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Makkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan.

Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Makkah, orang-orang musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…”.



Akhirnya, sebagian mereka pun beriman sedangkan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: Sungguh, telah dekat hari qiamat dan telah terbelah bulan. Ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap …. (sampai akhir surat Al-Qamar).

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb al-Islamy Inggris.

Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan?” Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemahan al-Quran yang mulia. Aku pun berterima kasih kepadanya dan membawa terjemah itu pulang ke rumah. Ketika aku membuka-buka terjemahan al-Quran itu di rumah, surat yang pertama aku buka ternyata al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah… “.

Aku pun bergumam: “Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun menghentikan pembacaan ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, Allah Maha Tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

suatu hari aku pun duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi di antara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, tetapi justru dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.

Dan, di antara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakinya di bulan, di mana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?”

Mereka pun menjawab, “Tidak, !!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.

Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya? Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Gambar ini di foto dari pesawat ulang alik NASAPresenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”.

...“Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”...

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad Saw. 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah.

Maka, aku pun berguman, “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf al-Quran dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Mahabenar Allah dengan segala Firman-Nya. [adrian/voa-islam.com]

Tautan Video tentang Prof. Dr. Zaghlul Al Najjar:

1. The Scientific Precision of the Qur'a
2. Scientific Miracles in theQur'an Prof Dr. Zaghloul el-Naggar

(sumber http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2010/03/26/4402/fakta-ilmiah-mukjizat-nabi-muhammad-terbelahnya-bulan)

Rabu, 24 Maret 2010

LARANGAN MINUM DAN MAKAN SAMBIL BERDIRI


Dari Anas dan Qatadah RA, dari Nabi SAW, "Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri." Qotadah RA berkata, "Bagaimana dengan makan?" Beliau menjawab, "Itu lebih buruk lagi." (HR. Muslim dan Turmidzi). Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, "Jangan kalian minum sambil berdiri! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan!" (HR. Muslim).

Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata, "Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat, lebih selamat, dan lebih sopan, karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama, maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan. Adapun Rasulullah SAW pernah sekali minum sambil berdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat! Begitu pula makan sambil berjalan, sama sekali tidak sehat, tidak sopan, tidak etis, dan tidak pernah dikenal dalam Islam dan kaum muslimin."

Dr. Ibrahim Al-Rawi melihat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat tepenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, dimana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.

Dr. Ibrahim Al-Rawi menekankan bahwa makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (Vagal Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.

Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus-menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa bebenturan dengan makanan atau minuman yang masuk. Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.

Oleh karena itu, marilah kita kembali hidup sehat dan sopan dengan kembali ke pada adab dan akhlak Islam, jauh dari sikap meniru-niru gaya orang-orang yang tidak mendapat hidayah Islam. [Qiblati-04/II]

(sumber : http://arsip.kotasantri.com/mimbar.php?aksi=Cetak&sid=451)

KAUM FEMINIS BILANG SUSAH JADI WANITA (BACA : MUSLIMAH)


Kaum feminis bilang susah jadi Wanita (baca Muslimah), lihat saja peraturan di bawah ini:
1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak dari pada laki2).
2. Wanita perlu meminta izin suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
4. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan sakitnya melahirkan anak
5. Wanita wajib taat pada suaminya, sementara suami tidak perlu taat kepada istrinya.
6. Talak terletak di tangan suami dan bukan di tangan istri.
7. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki.

PERNAHKAH PARA WANITA MELIHAT SEBALIKNYA (KENYATAANNYA):
1. Sesuatu yang mahal harganya dan sangat bernilai tentu akan disimpan dan dijaga sedemikian mungkin… Coba bayangkan, sudah sepatutnya intan permata tidak akan dibiarkan terserak bukan? Begitu juga dengan perempuan yang dijaga dengan hijab (jilbab).
2. Wanita memang perlu taat kepada suami, tetapi tahukah anda kalau lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada ayahnya.
3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah kita bahwasanya harta yang yang diterima wanita adalah mutlak miliknya pribadi dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan, ia perlu/wajib menggunakan hartanya untuk istri dan anaknya.
4. Wanita perlu bersusah payah melahirkan seorang bayi, tetapi bukankah saat itu ia akan di doakan seluruh makhluk dan malaikat, dan tahukah anda kalau ia meninggal karna melahirkan maka syahidlah balasannya dan surga menantinya.
5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan mempertanggung jawabkan terhadap 4 wanita yaitu : istrinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya, artinya seorang wanitadi akhirat kelak akan Ditanggung oleh suami, ayah, anak lelakinya dan saudara lelakinya. Tidakkah itu kebahagian untuk anda …
6. Seorang wanita boleh memasuki pintu surga yang ia kehendaki, cukup dengan 4 syarat saja: shalat lima waktu, puasa ramadhan, taat pada suami dan menjaga kehormatannya.
7. Seorang lelaki wajib berjihad fi sabilillah, sedangkan wanita apabila ia taat pada suaminya dan menunaikan tanggung jawabnya pada allah maka ia akan mendapat pahala yang sama seperti pahala suaminya yang berjihad.

(sumber http://gusaeni.blogspot.com/2009/10/kaum-feminis-bilang-susah-jadi.html)

Kamis, 18 Maret 2010

MELIHAT KEPADA ORANG YG LEBIH RENDAH KEDUDUKANNYA


Melihat Kepada Orang Yang Lebih Rendah Kedudukannya Dalam Hal Materi Dan Penghidupan
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh imam-imam ahlul-hadits, di antaranya:
1. Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/159).
2. Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (II/156, no. 1649), dan lafazh hadits ini miliknya.
3. Imam Ibnu Hibban dalam Shahîh-nya (no. 2041-al-Mawârid).
4. Imam Abu Nu’aim dalam Hilyatu- Auliyâ` (I/214, no. 521).
5. Imam al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (X/91).

Dishahîhkan oleh Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2166).

FIQIH HADITS (2) : MELIHAT KEPADA ORANG YANG LEBIH RENDAH KEDUDUKANNYA DALAM HAL MATERI DAN PENGHIDUPAN

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita agar melihat orang yang berada di bawah kita dalam masalah kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuan dari hal itu, agar kita tetap mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu" [1].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang Muslim melihat kepada orang yang di atas. Maksudnya, jangan melihat kepada orang kaya, banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji yang tinggi, kendaraan yang mewah, rumah mewah, dan lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada orang-orang yang berada di atas kita. Hal ini merupakan kesalahan yang fatal. Dalam masalah tempat tinggal, misalnya, terkadang seseorang hidup bersama keluarganya dengan "mengontrak rumah", maka dengan keadaannya ini hendaklah ia bersyukur karena masih ada orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidur beratapkan langit. Begitu pun dalam masalah penghasilan, terkadang seseorang hanya mendapat nafkah yang hanya cukup untuk makan hari yang sedang dijalaninya saja, maka dalam keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari menggantungkan harapannya kepada orang lain.

Sedangkan dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri kepada Allah, meraih pahala dan surga, maka sudah seharusnya kita melihat kepada orang yang berada di atas kita, yaitu para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Apabila para salafush-shalih sangat bersemangat dalam melakukan shalat, puasa, shadaqah, membaca Al-Qur`ân, dan perbuatan baik lainnya, maka kita pun harus berusaha melakukannya seperti mereka. Dan inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Dalam masalah berlomba-lomba meraih kebaikan ini, Allah Tabarâka wa Ta’ala berfirman:

"Dan untuk yang demikian itu, hendaknya orang berlomba-lomba". [al-Muthaffifîn/83:26].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita melihat kepada orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia, agar kita menjadi orang-orang yang bersyukur dan qana’ah. Yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah telah karuniakan kepada kita, tidak hasad dan tidak iri kepada manusia.
Apabila seorang muslim hanya mendapatkan makanan untuk hari yang sedang ia jalani sebagai kenikmatan yang paling besar baginya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyinggung hal ini dalam sabdanya:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.

"Siapa saja di antara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badannya, dan ia memiliki makanan untuk harinya itu, maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya".[2]

Abu Dzar Radhiyallahu 'anh adalah teladan kita dalam hal ini. Beliau mencari makan untuk hari yang sedang dijalaninya, sedangkan untuk esok harinya beliau mencarinya lagi. Beliau melakukan yang demikian itu terus-menerus dalam kehidupannya. Mudah-mudahan Allah meridhai beliau.

PENUTUP
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk penulis dan para pembaca, dan wasiat Rasulullah ini dapat kita laksanakan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala. Mudah-mudahan shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga kepada kelurga dan para sahabat beliau.

Akhir seruan kami, segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6490), Muslim (no. 2963), at-Tirmidzi (no. 2513), dan Ibnu Majah (no. 4142), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
[2]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2346), Ibnu Majah (no. 4141), dan al-Bukhari dalam al-Adabul-Mufrad (no. 300), dan selainnya. Dari ‘Ubaidullah bin Mihshan Radhiyallahu 'anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2318).

Marâji’:
1. Al-Qur`ânul-Karim dan terjemahannya, terbitan Departemen Agama.
2. al-Adabul-Mufrad.
3. Al-Mu’jamul-Kabîr.
4. An-Nihâyah fî Gharîbil-Hadîts.
5. As-Sunanul-Kubra.
6. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
7. Al-Washâya al-Mimbariyyah, karya ‘Abdul-‘Azhim bin Badawi al-Khalafi.
8. Hilyatul Auliyâ`.
9. Irwâ`ul Ghalîl fî Takhriji Ahâdîtsi Manâris Sabîl.
10. Lisânul-‘Arab.
11. Mawâridizh Zhamm`ân.
12. Mufrâdât Alfâzhil-Qur`ân.
13. Musnad ‘Abd bin Humaid.
14. Musnad al-Humaidi.
15. Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaini. Karya Imam al-Hakim an-Naisaburi.
16. Musnad Imam Ahmad.
17. Qathî`atur Rahim; al-Mazhâhir al-Asbâb Subulul ‘Ilâj, oleh Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd.
18. Shahîh al-Bukhari.
19. Shahîh Ibni Hibban.
20. Shahîh Ibni Khuzaimah.
21. Shahîh Muslim.
22. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.
23. Sunan Abu Dawud.
24. Sunan an-Nasâ`i.
25. Sunan at-Tirmidzi.
26. Sunan Ibni Majah.
27. Syarah Shahîh Muslim.
28. Syarhus Sunnah lil Imam al-Baghawi.
29. Tafsîr Ibni Jarir ath-Thabari, Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut.
30. Tafsîr Ibni Katsir, Cet. Darus-Salam, Riyadh.


© copyleft almanhaj.or.id
Seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

(diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Blok S - Lentera Hati)

PELAJARAN DARI TRAGEDI GUYANA 1978


Amerika adalah sebuah negara adidaya yang mengklaim sebagai masyarakat modern yang berakal. Tapi keberakalan mereka pernah terkoyak sangat besar oleh tragedi yang menggemparkan rakyat Amerika, yaitu tragedi besar yang telah terjadi 31 tahun yang lalu. Kejadian yang menjadi headline surat kabar maupun stasiun televisi seluruh dunia bahkan sampai difilmkan. Tragedi Guyana yang terjadi tahun 1978, dimana 900 orang lebih melakukan bunuh diri masal dengan meminum racun yang mematikan dengan perintah seorang pemimpin mereka. Ada apa dengan ini semua, apa yang menggerakkan mereka untuk menghabisi nyawa mereka sendiri? Suatu contoh yang ekstrim dari ketaatan terhadap seseorang yang ditaati dan dikagumi tanpa menggunakan akal pikiran yang sehat.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Qs. Al Israa’: 36)

Sedikit Kilas Balik dari Tragedi Guyana 1978

Diawali dengan seorang pendeta kharismatik Jim Jones yang sangat memukau dalam berkhutbah dan mempunyai kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit dari jamaah/pengikutnya yang kononnya dianggap mukjizat. Sehingga lama-kelamaan jumlah pengikutnya bertambah banyak dan mempunyai cabang-cabang komunitas di berbagai kota di Amerika Serikat. Pengikutnya menjadi pengikut yang militan, sangat percaya dan mengandalkan Jim Jones sebagai pemimpinnya yang menjanjikan surga dan akhirnya menganggapnya seperti Tuhan dan mengikuti semua perintah dan arahannya. Pengikutnya merasa akan mendapat kedamaian. Dan mereka tidak segan-segan menyumbangkan seluruh harta kekayaannya untuk komunitas ini di bawah kepemimpinan pendeta Jim Jones.

Sampai suatu ketika karena adanya suatu masalah dengan politik dan pemerintahan Amerika, maka Jim Jones memutuskan untuk memindahkan lokasi komunitasnya yang disebut People Temple ke tempat lain. Akhirnya dipilihlah Guyana (negara di utara Brazil) sebagai lokasi untuk membangun area komunitasnya yang diberi nama People Temple Agricultural Project. Tempat yang sangat luas di tengah hutan sehingga terisolir dari dunia luar. Di situ dibangun semacam perkampungan, rumah-rumah (seperti rumah transmigrasi) dan berbagai sarana yang diperlukan.

Setiap waktu Jim Jones mengumpulkan pengikutnya dengan suatu istilah White Night, dimana jika ada seruan tersebut, jam berapa saja, tidak peduli mereka sedang apa, pengikutnya patuh mendengar panggilan dan berkumpul di suatu tempat pertemuan yang telah dibangun khusus, untuk mendengarkan khutbah Jim Jones (yang isinya supaya tetap patuh dan taat dengannya dan diberi harapan untuk mendapatkan kedamaian dan surga). Demikian kehidupan mereka setiap hari dalam perkampungan tersebut.

Perkampungan dan perkumpulan yang cukup besar ini cukup mengusik pemerintah Amerika, sehingga diutuslah seorang anggota kongres AS beserta beberapa wartawan meninjau perkampungan tersebut. Pada awalnya Jim Jones sangat keberatan dengan permintaan ini, tapi karena desakan dari berbagai pihak akhirnya dia mengizinkan. Sepanjang menunggu waktu kunjungan yang telah ditentukan tersebut, Jim Jones telah mempersiapkan segala sesuatu termasuk mengeset semua skenario jawaban dari pertanyaan yang mungkin akan diajukan kepada pengikut-pengikutnya. Jim Jones mengontrol semua jawaban dan pemikiran pengikutnya. Ternyata kedatangan anggota kongres ini dimanfaatkan oleh beberapa pengikutnya (yang merasa ada sesuatu yang tidak betul dalam komunitas ini tapi takut untuk mengemukakan, karena ternyata Jim Jones memiliki semacam tentara yang bersenjata) untuk menyampaikan pesan akan keinginan mereka keluar dari kamp ini. Awalnya Jim Jones sangat keberatan dengan perginya sebagian kecil (mungkin hanya sekitar 20 orang saja dari sekitar 1000) meninggalkan kamp ini, tapi karena desakan dari anggota kongres dan wartawan akhirnya dia mengizinkan. Ternyata Jim Jones sudah mempunyai rencana lain, yaitu membunuh pengunjung-pengunjung tersebut di lapangan terbang kecil setempat ketika mereka akan lepas landas meninggalkan Guyana. Terjadilah pembunuhan terhadap anggota kongres itu beserta beberapa wartawan dan beberapa pengikutnya yang dianggap berkhianat, meskipun beberapa orang bisa selamat dan menceritakan kisahnya pada media massa.

Dengan kematian anggota kongres ini maka Jim Jones merasa ada ancaman besar terhadap kelangsungan hidupnya dan komunitasnya. Sehingga pada hari itu juga 18 November 1978, dia memberikan instruksi melalui pemancar radio kepada semua pengikutnya baik yang ada di perkampungan tersebut maupun diluar perkampungan itu untuk “mati/mengakhiri hidupnya”. Waktunya sudah sampai bahwa semua pengikutnya harus mati demi kehormatan untuk menyambut kedamaian dan surga, karena adanya ancaman yang dihasilkan dari peristiwa kunjungan dan kematian anggota-anggota kunjungan. Hal ini disampaikan dengan terus terang melalui pemancar radio.

Maka dipersiapkanlah racun sianida dalam jumlah yang banyak, dicampur dengan air yang diberi aroma buah-buahan, dan memerintahkan semua pengikutnya tanpa kecuali untuk meminum racun tersebut satu persatu (termasuk yang membuat dan mempersiapkan racun tersebut), dimulai dari barisan anak-anak terlebih dahulu. Sehingga hari itu menjadi tragedi yang sangat besar dimana 909 orang termasuk di dalamnya sekitar 276 anak-anak (ditambah 4 pengikut yang berada di luar perkampungan tersebut, yang bunuh diri dengan menggorok leher secara bergantian dengan pisau) melakukan bunuh diri masal. Mereka sangat patuh walaupun diperintahkan untuk mati dengan minum racun. Pada hari itu perkampungan People Temple Agricultural Project menjadi lautan mayat yang bergelimpangan.

Manusia Mudah Terpesona

Dalam kejadian ini tampaklah bahwa manusia sangat mudah terpesona. Terpesona dengan kemampuan Jim Jones menyembuhkan, terpesona dengan khutbahnya yang membakar semangat, yang tampaknya indah, yang menjanjikan surga dan kedamaian. Sehingga pengikutnya bertambah banyak dengan kadar fanatik yang sangat besar, dan dipuncak kejayaannya, pengikutnya tunduk dengan semua apa yang ia katakan dan diperintahkan. Bahkan ketika dimintanya untuk mati pada hari itu, mereka dengan sukarela meminum racun untuk mendapatkan kedamaian.

Saudaraku, betapa menakutkannya pengaruh orang tersebut sehingga sekian banyak orang tidak mau dan tidak mampu lagi menggunakan akalnya untuk memilah mana yang benar dan mana yang batil. Sehingga benarlah apa yang difirmankan Allah dalam Qs. Al Baqarah 204, yang artinya,

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.”

Dan apa yang mereka lakukan, kepatuhan yang luar biasa terhadap pemimpinnya, mereka rasakan sebagai perbuatan-perbuatan yang indah seperti dalam Qs. An Naml 24,

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.”

Memilah-Milah Informasi yang Datang (Meskipun dari Kyai, Ustad, Orang Penting)

Sehingga menjadi sangat penting bagi kita untuk memilih dan memilah semua ajaran dan informasi dari kyai atau ustadz kita, dan berusaha selalu mengecek dengan rujukan Al-Quran dan Sunah, bagaimanapun tinggi ilmu mereka sehingga kita terkagum-kagum tetapi tetaplah mereka adalah manusia-manusia biasa yang kadang bisa terpeleset sedikit. Dan kita harus selalu berdoa untuk selalu memohon petunjuk seperti dalam surat al-Fatihah yang selalu kita baca puluhan kali dalam sehari. Dan selalu waspada siapa tahu kita masih tersesat jalannya, karena yang pasti kita belum sampai pada tujuan, jadi kemungkinan tersesat masih ada.

Kultus Individu

Ketika pesona dan kekaguman kita akan seseorang yang luar biasa, mungkin bagi orang Kristen yang mengagungkan mukjizat akan mengidolakan orang yang bisa menyembuhkan seperti pendeta Jim Jones dalam peristiwa Guyana, dan bagi orang-orang “pesantren tertentu” akan mengidolakan seorang kyai ternama yang dianggap punya ilmu laduni, dan bagi penggemar sepak bola akan segera mengidolakan Maradona dan sebagainya. Dan kita yang mengagungkan ilmu akan mengidolakan ustadz atau syekh dan sebagainya. Memasang gambar-gambar mereka (padahal memasang gambar makhluk hidup di dalam rumah merupakan larangan dalam Islam) dan menamakan apapun yang kita sukai dengan nama-nama mereka bahkan nama anak-anak kita dengan nama pemain sepakbola, dan berbondong mengusap-usap kuburan para kyai dan wali untuk mencari berkah mereka. Dengan tanpa sadar kita telah menjadikan mereka ilah-ilah (sesembahan) selain Allah, menjadikan mereka berhala yang apabila mereka berkata maka kita akan menerima segala perkataan mereka tanpa mengecek dan merujuk lagi ke pedoman asas kita yaitu Al-Qur’an dan hadits.

Hubungannya dengan Pencarian Tauhid

Tauhid dalam Islam adalah yang murni dan paling kuat dalam argumen dan dalil, orang-orang kafir pun tidak akan berani mengusik ketauhidan dalam Islam. Dan kita harus menggunakan ilmu dan akal kita untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai mana Tuhan yang pantas kita sembah. Sehingga ketika ada orang yang mengatakan bahwa Yesus adalah tuhan atau kita perlu wasilah dalam berdoa dan beribadah maka kita bisa bereaksi dengan benar dan menolaknya karena telah sampai kepada kita ilmu yang telah disampaikan oleh Nabi kita, tidak seperti para pengikut Jim Jones yang mengiyakan semua perkataan tanpa memikirkan kebenarannya. Perlunya ilmu dan menggunakan akal dalam memahami tauhid diperintahkan Allah dalam Al Qur’an surat Huud ayat 14,

“Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?”

Dan juga dalam surat Thaha ayat 88-89,

“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: ” Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?”

Demikianlah umat Nabi Musa yang terpesona oleh kepandaian Samiri dalam berbicara, memutar balikkan fakta sehingga menuruti semua keinginannya serta mengenyampingkan akal pikiran dan hanya menuruti hawa nafsu sehingga menuhankan patung anak lembu tanpa memikirkan bahwa patung ini tidak memberikan manfaat dan madharat (bahaya) bahkan tidak bisa menjawab ketika ditanya.

Begitu juga dengan perdebatan yang terkenal antara Nabi Ibrahim dan Namrudz raja Babilonia yang penuh dengan pemikiran dan penggunaan akal yang berakhir dengan terdiamnya orang kafir. Atau juga peristiwa penghancuran berhala yang disertai logika yang sangat kuat sehingga kembali Nabi Ibrahim membuat para orang kafir mati kutu tidak bisa membantah lagi.

Meskipun begitu, akal semata tidak akan pernah bisa menemukan Allah tanpa ilmu dari Al-Qur’an dan sunnah yang berasal dari wahyu Allah, karena bagaimanapun kita tetap memerlukan petunjuk dari Allah. Seperti Jahm bin Shafyan (pendiri Jahmiyah) yang ditanya kaum zindiq tentang bukti keberadaan/wujud Allah, maka setelah berpikir keras tanpa landasan wahyu tapi dengan ra’yu (pikiran) semata dan menjawab dengan menyamakan sifat Allah dengan sifat ruh sehingga tersesat jauh dan menghilangkan sifat-sifat Allah.

Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang juga ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh kaum zindiq dan dijawab dengan jawaban cerdas berdasarkan ilmu yang benar. Beliau bercerita kepada mereka, “Bagaimana menurut kalian, jika ada sebuah kapal bermuatan penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal terse­but mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah samudra tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa goncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akal­kah cerita ini?”

Mereka berkata, “Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal, bahkan oleh khayal sekalipun, wahai Syeikh.” Lalu Abu Hanifah berkata, “Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal ­yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang dan benda-benda langit serta burung yang beterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan menga­turnya dengan cermat?! Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?”

Meskipun ketauhidan Islam sangat kuat tapi Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam masih merasa begitu khawatir umatnya akan melanggar tauhid dengan kesyirikan.

Dari Mahmud Ibnu Labid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil: yaitu riya.” (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan)

Begitu juga dalam hadits yang sangat terkenal tapi sering kita mengabaikannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesyirikan itu lebih samar dari rayapan semut.” Abu Bakar terkejut dan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah bukankah kesyirikan itu adalah hanya beribadah kepada selain Allah atau menyeru kepada selain Allah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Semoga ibumu kehilangan dirimu! Sungguh kesyirikan di antara kalian lebih samar dari rayapan semut.” (HR. Abu Ya’la dan Ibnul Mundzir).

Bahkan Nabi Ibrahim masih takut akan kegagalan dalam bertauhid dalam doanya yang sangat dikenal dalam Qs. Ibrahim: 35,

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”

Nabi Ibrahim yang pemahaman tauhidnya jelas sangat tinggi jauh dari kita, tapi sayangnya kita sering menganggap kemungkinan kita terjerumus dalam kesyirikan adalah hal yang mustahil.

Sedangkan kita yang mempunyai iman sangat lemah masih bisa menyombongkan diri bahwa kita tidak akan bakal gagal dalam bertauhid, dan menganggap kita sudah sangat memahami kalimat tauhid dengan mudah. Bahkan banyak orang yang menganggap memahami tauhid tidak perlu ilmu sedikitpun, sehingga tak perlulah kita berdoa seperti Nabi Ibrahim di atas. Karena menganggap berhala hanyalah patung-patung besar tak bergerak yang hanya disembah oleh orang yang sangat bodoh yang tidak mungkin dilakukan oleh orang berpendidikan seperti kita. Padahal penyembahan itu tidak hanya dengan membungkukkan badan atau bersujud.

Kesimpulan

Setan adalah musuh utama manusia, seperti dalam Qs Fathir:6,

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”

Setan diberi izin oleh Allah untuk mengganggu manusia melalui bisikannya. Dan perlu diperhatikan bahwa bisikan setan ini tidak langsung memerintahkan kita untuk menyembah berhala, patung atau menuhankan sesuatu, tapi bisikan setan itu sedikit demi sedikit, samar-samar, lama-lama membawa kita melenceng dari jalur petunjuk Allah (seperti memasang foto dan membuat patung untuk menghormati seseorang, mengingat ilmu dan jasanya). Dan kemudian pada akhirnya benar-benar keluar dari petunjuk Allah dengan menyekutukan Allah. Oleh karena itu kita harus selalu meminta perlindungan dan petunjuk Allah dalam kehidupan kita, jangan merasa aman kita sudah pada jalan yang benar karena syaitan selalu membisikkan sesuatu kepada kita dan perjalanan kita sebelum kita sampai di tujuan.

Semoga kita menjadi hamba yang selalu meminta petunjuk dan perlindungan hanya kepada Allah semata dari godaan syaitan yang terkutuk dan selalu mengganggapnya sebagai musuh utama kita.

Abu Naufal dan Ummu Naufal Erlina Sih Mahanani
Kubang Kerian, Kota Bharu, Kelantan July 2009

Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Referensi:
Al Quran dan terjemahannya, Deparemen Agama RI
Jonestone: Paradise lost, documentary film, History Channel, 2007
Ustadz Badrussalam, Lc, MP3 Kajian “Laa Illahaillalah”.
Abdul Hakim Amir Abdat – MP3 Kajian “Risalah Imam Ibnu Abi Hatim”.
Ustadz Firanda, MP3 Kajian “Tauhid 3″

(diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Blok S - Lentera Hati)