Jumat, 02 April 2010
AGAR ISTRI BERSAHABAT DENGAN MERTUA
ADA kesan buruk dalam relasi seorang wanita atau istri dengan mertuanya (orangtua suaminya). Banyak wanita meletakkan hubungannya dengan mertuanya dalam relasi yang antagonis. Sering kita menemukan para istri yang menaruh curiga dan prasangka buruk kepada ayah atau ibu mertuanya dalam banyak hal.
Tak heran jika banyak wanita, sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, menyusun di dalam benaknya berbagai cara yang mesti ditempuhnya dalam menghadapi ayah dan ibu mertuanya nanti, supaya dia dapat menghindari kelicikan-kelicikan keduanya. Dia akan senantiasa mengawasi setiap kata yang diucapkan ayah atau ibu mertuanya dan mengawasi setiap gerak-gerik yang dilakukannya serta menyusun cerita-cerita dan isu-isu mengenainya.
Sehingga kemudian terjalinlah benang-benang kebencian di antara keduanya, lantas terjadilah pembangkangan dan kedurhakaan terhadap orangtua. Tak ayal, hilanglah keberkahan dan kebaikan dalam berumahtangga. Yang menjadi penyebab kurang harmonisnya hubungan mertua-menantu, menurut Anna Surti Ariani, seorang psikolog keluarga –sebagaimana dikutip dari situs Radio Nederland Wereldomroep— pada saat kita mencintai seseorang, itu tidak satu paket dengan mencintai orang tua dia. Masih menurut Anna Surti, friksi paling sering adalah antara menantu perempuan dan mertua perempuan. Dan friksi itu bertambah kalau sudah menyangkut pendidikan anak atau cucu.
Tentunya, hal-hal yang tidak diinginkan seperti di atas haruslah dilenyapkan demi kehidupan rumah tangga yang bahagia. Di dalam bukunya, Kaifa Takuni Imra`ah Jamilah wa Mahbubah, Ru’a Yusuf menuliskan beberapa tips bagi seorang istri agar bisa menjalin hubungan harmonis dan komunkasi baik dengan mertuanya, yaitu:
1. Dia harus mengusir citra buruk tentang ibu mertuanya dari benaknya dan memosisikan ibu suaminya itu tak ubahnya ibunya sendiri. Jika suatu hari ibu mertuanya berbuat kesalahan kepadanya, maka dia harus memperlakukannya sama seperti dia memperlakukan ibunya sendiri, ketika ibunya bersalah kepadanya.
2. Dia tidak boleh menceritakan kepada suami segala sesuatu yang terjadi antara dia dengan ibu suaminya sambil menangis atau bercucuran air mata untuk menarik simpati suaminya. Karena dikhawatirkan setan akan mengintervensi sang suami dengan membisikkannya bahwa ibunya bertindak zalim dan sewenang-wenang, dan memicu kedurhakaan.
3. Seorang istri yang baik tidak akan melarang suaminya untuk memberikan sesuatu kepada ibunya (ibu mertuanya). Bahkan dia akan mendorong suaminya untuk banyak memberi kepadanya ibunya dan dia pun akan berusaha memberi mertuanya berbagai pemberian dan hadiah berharga lainnya.
4. Jika dia mengunjungi ibu mertuanya, ada baiknya dia menampakkan perhatian dengan membawa masakan atau makanan. Dia merasa enggan menjadi tamu yang merepotkan atau menyusahkan.
5. Istri yang cerdas adalah istri yang mampu menawan hati ibu mertuanya dengan kebaikan sikapnya dan kemuliaan akhlaknya. Jika di rumah ibu mertuanya ada tamu atau orang-orang diundangnya untuk datang ke rumahnya, maka dia akan membantu ibu mertuanya, dan tidak hanya duduk seperti layaknya tamu kehormatan.
6. Istri yang terhormat selalu mengajari anak-anaknya agar menghormati serta mematuhi nenek dan kakek mereka. Dia akan menanamkan kecintaan dan kasih sayang kepada keduanya di hari mereka, serta membiasakan mereka untuk mengunjungi keduanya.
7. Demikian juga, dia senantiasa mengajari anak-anaknya tata krama pada saat berkunjung ke nenek dan kakek mereka. Dia tidak akan membiarkan anak-anaknya membuat mertuanya merasa tidak nyaman. Dengan demikian, sang mertua pun selalu berharap agar mereka dikunjungi cucu-cucu mereka setiap hari.
8. Apabila ternyata dia dan mertuanya sama-sama memiliki permintaan kepada suaminya, kira-kira apa yang akan dilakukan istri? Tentunya dia tidak akan mengubah rumahnya menjadi neraka sampai suaminya mau memenuhi permintaannya terlebih dulu sebelum memenuhi permintaan mertuanya. Dia pasti akan menginstruksikan suaminya untuk mendahulukan permintaan ayah dan ibunya. Pastinya dia tidak akan menyulut api kemarahan dan kebencian serta mengerek bendera boikot antara dirinya dengan suami hanya karena permintaannya terakhir dipenuhi. Karena jika mertuanya melihat sikap mengalah, itsar (mendahulukan orang lain), dan penghormatan menantunya, maka keduanya tentu akan mengalah dalam banyak hal nantinya.
Dengan demikian, solidaritas seorang menantu itu harus lebih besar. Karena bagaimana pun faktanya, si menantu hidup dalam masa yang berbeda dengan mertuanya, sehingga menyebabkan terjadinya salah persepsi atas perbedaan-perbedaan yang dianggap tidak sopan atau diasumsikan secara negatif. Berinteraksilah dengan mertua sebagaimana berinteraksi dengan orangtua sendiri. Perlakukanlah mertua seperti memperlakukan orangtua sendiri.
Semua yang dilakukan oleh orangtua suami terkadang hanyalah cemburu belaka, karena anak yang sedianya senantiasa selalu memperhatikannya, kini terbagi perhatiannya, bahkan kadang perhatian itu menjadi lebih sedikit terhadap kedua orangtuanya, malah lebih banyak kepada kita, sebagai istrinya. Maka ingatkanlah suami untuk selalu memperhatikan orangtuanya yang sudah membesarkannya. [ganna pryadha/voa-islam.com]
(sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/artikel/2010/04/01/4664/agar-istri-bersahabat-dengan-mertua)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar