Selasa, 16 Agustus 2011
BADAN WAKAF AL-QURAN
Ada penawaran dari Badan Wakaf Al-Quran sekiranya kita ingin berzakat, wakaf Al-Quran atau wakaf listrik melalui badan penerima zakat ini.
Ada rekeningnya di beberapa Bank antara lain :
-Bank Mandiri, Rek. No. 124.000.3.000.000 atas nama Badan Wakaf Al-Quran.
-BNI, Rek. No. 0155.685.805 atas nama Badan Wakaf Al-Quran.
-BCA, Rek. No. 627.01.529.60 atas nama Badan Wakaf Al-Quran.
Pembeda dari zakat, wakaf Al-Quran atau wakaf listrik adalah pada setorannya.
Untuk Zakat, tambahkan angka unik 20 sebagai identifikasi (Minimal Rp. 100.020,00).
Untuk Wakaf Al-Quran saja = minimal Rp. 65.000,00.
Untuk Wakaf Al-Quran + Sajadah = minimal Rp. 100.000,00, tambahkan angka unik 9 sebagai identifikasi (misalnya Rp. 100.009,00).
Untuk Wakaf Al-Quran + Kerudung = minimal Rp. 100.000,00, tambahkan angka unik 10 sebagai identifikasi (misalnya Rp. 100.010,00). Untuk Wakaf Al-Quran + Cahaya Listrik = minimal Rp. 100.000,00, tambahkan angka 52 sebagai identifikasi (misalnya Rp. 100.052,00).
Pahala wakaf adalah pahala amal jariah, yang berbuah pahala yang terus menerus. Yuk perbanyak beramal, mumpung pahala bulan Ramadhan berlipat ganda. Untuk lebih lengkapnya, dapat dibuka websitenya di : www.wakafquran.org.
Rabu, 27 April 2011
SORGA ALLAH SWT SEHARGA SATU DIRHAM
Al-kisah. Dalam kitab Fathul Bari diceritakan bahwa suatu ketika Abu Dawud menumpang kapal laut, dan beberapa saat setelah jangkar ditarik, ia mendengar suara orang kehausan yg sedang memuji Allah SWT di tepi pantai.
Abu Dawud lalu segera menyewa sampan kecil seharga satu dirham untuk menepi ke pantai dan memberikan air minum kepada orang itu.
Setelah itu, Abu Dawud langsung kembali ke kapal yang mulai mengembangkan layar. Ketika ditanya mengapa ia nekat melakukan tindakan itu, dengan tenang Abu Dawud menjawab, "Boleh jadi ia adalah orang yang do'anya mustajab".
Ketika semua penumpang kapal terlelap, mereka dikejutkan oleh suara orang yang berseru, "Penumpang kapal sekalian, Abu Dawud telah membeli surga Allah seharga satu dirham".
(Jabal al-Hasanat fi Daqa'iq Mahdudah)
(Diposting oleh Ustadz Taqyuddin untuk Milis Lentera Hati)
PEMBANTU DAN PELAYAN
Pelayan-pelayanmu adalah saudara-saudaramu.
Allah menjadikan mereka bernaung di bawah kekuasaanmu.
Barangsiapa saudaranya yang berada di bawah naungan kekuasaannya hendaklah mereka diberi makan serupa dengan yang dia makan dan diberi pakaian serupa dengan yang dia pakai.
Janganlah membebani mereka dengan pekerjaan yang tidak dapat mereka tunaikan.
Jika kamu memaksakan suatu pekerjaan hendaklah kamu ikut membantu mereka.
(HR. Bukhari)
(Diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)
AKHIR PERJALANAN PANJANG IBU KARTINI
Akhir Perjalanan Panjang Ibu Kartini
Kartini dianggap sebagai pelopor perjuangan emansipasi di Indonesia. dan akhir-akhir ini namanya dihubung-hubungkan dengan kata feminisme.
Apa yang terlanjur lekat dengan sosok Kartini sebenarnya hanyalah sebagian proses hidupnya yang gelisah. Akhir proses Ibu Kartini tak banyak terungkap. Pemikiran pada awal prosesnya-lah yang terlanjur lantang disuarakan sehingga lekat pada namanya. Padahal, menjelang akhir hayatnya, Pemikiran kartini telah banyak berubah.
KARTINI DULU
Ngga bisa disalahkan kalo ada orang yang beranggapan Kartini memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat, dan berkiblat ke Barat, serta mengkritisi Islam. Pada awalnya, Kartini memang demikian. Inilah contoh surat-suratnya:
“… Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa” [surat kepada Stella, 25 Mei 1899]
“Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih.” [surat kepada Ny Ovinksoer, 1900]
Tidak heran kalo Kartini punya pemikiran demikian. Gimana lagi? Temen surat-menyurat Kartini kebanyakan adalah orang barat yang hendak membaratkan kaum ningrat di Indonesia, dimana tujuan akhirnya adalah agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada jaman tersebut. Mari kita simak teman-teman korespodensi Kartini. siapa sajakah mereka..?.
1. J.H. Abendanon
Abendon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Deptemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan. Abendon banyak meminta nasihat dari Snouck Hurgronye (seorang orientalis yang pura-pura masuk Islam untuk mencari cara mematikan semangat jihad umat islam di Indonesia).
Menurut Hurgronye, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam. Tidak mungkin membaratkan rakyat, kecuali jika ningratnya telah dibaratkan. Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang menganut agama Islam untuk kemudian dibaratkan. Dan Hurgronye menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini.
2. Stella (Estelle Zeehandelaar)
Seorang wanita Yahudi, anggota militan pergerakan feminis di negeri Belanda saat itu.
3. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yg paling berperan dalam mendangkalkan aqidah Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk memurtadkan Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpeduliannya terhadap agama.
BERTEMU KYAI SHOLEH DARAT
Selain faktor teman buruk, kaum muslim di sekeliling Kartini juga punya pemahaman yang salah terhadap Islam. Mereka mengajarkan Islam tanpa memahamkan apa yang diajarkan. coba kita simak surat kartini kepada stella berikut ini.
“Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur’an tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yg dibacanya.” [surat kepada Stella, 6 Nov 1899]
Perlu diketahui pada waktu pemerintahan Hindia Belanda umat muslim memang dibolehkan mengajarkan Al-Qur’an dengan syarat nggak diterjemahin alias cuma belajar baca huruf arab (pengaruh ini masih dapat kita jumpai saat ini, dimana belajar Al-Quran dianggap selesai ketika telah mampu membaca Al-Quran dengan lancar sampai akhir walaupun tidak paham makna-nya –khataman-). Dan ini memang taktik belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan angkat senjata kepada penjajah kafir belanda.
Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir. Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat.
Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al-Fatihah, yang isinya begitu indah menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Sholeh diminta menerjemahkan Al Qur’an dalam bahasa Jawa di dalam sebuah buku berjudul Faidhur Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Kartini saat dia (Kartini) menikah dengan R. M. Joyodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Sholeh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut. Namun, hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini dalam mengenal Islam.
Tahu nggak? Sebenarnya ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu sebenarnya Kartini temukan dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman Allah“…minazh-zhulumaati ilan-nuur” yang artinya “dari kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)”. Oleh Kartini diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". dan kemudian oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"
KARTINI KEMUDIAN
Kartini yang mulai mengenal Islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” [surat kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi saat ini (sebenarnya lebih cocok disebut sebagai westernisasi), namun agar para wanita lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai Ibu. Kartini menulis dalam suratnya:
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Okt 1902]
Dan tidak hanya itu, pandangannya terhadap Barat pun berubah. Kartini menulis;
“Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah” [kpd Ny. Abendanon, 12 Okt 1902]
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat Ibu, terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [surat kepada Ny. Abendanon, 27 Okt 1902]
Kartini meninggal dalam usia muda 25 thn, empat hari setelah melahirkan putranya. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. Namun yang patut disayangkan, kebanyakan orang mengetahui Ibu Kartini hanyalah sekedar sebagai pejuang emansipasi wanita. Banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikirnya.
Semoga tulisan ini dapat menggugah kita untuk tahu lebih dalam tentang "IBU KITA KARTINI" (dalam upayanya mempelajari Islam), daripada sekedar peringatan tahunan tanpa makna.
Abu Muhammad Herman
(Dari Majalah Elfata)
(Diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)
Kartini dianggap sebagai pelopor perjuangan emansipasi di Indonesia. dan akhir-akhir ini namanya dihubung-hubungkan dengan kata feminisme.
Apa yang terlanjur lekat dengan sosok Kartini sebenarnya hanyalah sebagian proses hidupnya yang gelisah. Akhir proses Ibu Kartini tak banyak terungkap. Pemikiran pada awal prosesnya-lah yang terlanjur lantang disuarakan sehingga lekat pada namanya. Padahal, menjelang akhir hayatnya, Pemikiran kartini telah banyak berubah.
KARTINI DULU
Ngga bisa disalahkan kalo ada orang yang beranggapan Kartini memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat, dan berkiblat ke Barat, serta mengkritisi Islam. Pada awalnya, Kartini memang demikian. Inilah contoh surat-suratnya:
“… Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa” [surat kepada Stella, 25 Mei 1899]
“Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih.” [surat kepada Ny Ovinksoer, 1900]
Tidak heran kalo Kartini punya pemikiran demikian. Gimana lagi? Temen surat-menyurat Kartini kebanyakan adalah orang barat yang hendak membaratkan kaum ningrat di Indonesia, dimana tujuan akhirnya adalah agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada jaman tersebut. Mari kita simak teman-teman korespodensi Kartini. siapa sajakah mereka..?.
1. J.H. Abendanon
Abendon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Deptemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan. Abendon banyak meminta nasihat dari Snouck Hurgronye (seorang orientalis yang pura-pura masuk Islam untuk mencari cara mematikan semangat jihad umat islam di Indonesia).
Menurut Hurgronye, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam. Tidak mungkin membaratkan rakyat, kecuali jika ningratnya telah dibaratkan. Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang menganut agama Islam untuk kemudian dibaratkan. Dan Hurgronye menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini.
2. Stella (Estelle Zeehandelaar)
Seorang wanita Yahudi, anggota militan pergerakan feminis di negeri Belanda saat itu.
3. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yg paling berperan dalam mendangkalkan aqidah Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk memurtadkan Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpeduliannya terhadap agama.
BERTEMU KYAI SHOLEH DARAT
Selain faktor teman buruk, kaum muslim di sekeliling Kartini juga punya pemahaman yang salah terhadap Islam. Mereka mengajarkan Islam tanpa memahamkan apa yang diajarkan. coba kita simak surat kartini kepada stella berikut ini.
“Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur’an tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yg dibacanya.” [surat kepada Stella, 6 Nov 1899]
Perlu diketahui pada waktu pemerintahan Hindia Belanda umat muslim memang dibolehkan mengajarkan Al-Qur’an dengan syarat nggak diterjemahin alias cuma belajar baca huruf arab (pengaruh ini masih dapat kita jumpai saat ini, dimana belajar Al-Quran dianggap selesai ketika telah mampu membaca Al-Quran dengan lancar sampai akhir walaupun tidak paham makna-nya –khataman-). Dan ini memang taktik belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan angkat senjata kepada penjajah kafir belanda.
Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir. Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat.
Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al-Fatihah, yang isinya begitu indah menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Sholeh diminta menerjemahkan Al Qur’an dalam bahasa Jawa di dalam sebuah buku berjudul Faidhur Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Kartini saat dia (Kartini) menikah dengan R. M. Joyodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Sholeh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut. Namun, hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini dalam mengenal Islam.
Tahu nggak? Sebenarnya ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu sebenarnya Kartini temukan dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman Allah“…minazh-zhulumaati ilan-nuur” yang artinya “dari kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)”. Oleh Kartini diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". dan kemudian oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"
KARTINI KEMUDIAN
Kartini yang mulai mengenal Islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” [surat kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi saat ini (sebenarnya lebih cocok disebut sebagai westernisasi), namun agar para wanita lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai Ibu. Kartini menulis dalam suratnya:
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Okt 1902]
Dan tidak hanya itu, pandangannya terhadap Barat pun berubah. Kartini menulis;
“Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah” [kpd Ny. Abendanon, 12 Okt 1902]
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat Ibu, terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [surat kepada Ny. Abendanon, 27 Okt 1902]
Kartini meninggal dalam usia muda 25 thn, empat hari setelah melahirkan putranya. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. Namun yang patut disayangkan, kebanyakan orang mengetahui Ibu Kartini hanyalah sekedar sebagai pejuang emansipasi wanita. Banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikirnya.
Semoga tulisan ini dapat menggugah kita untuk tahu lebih dalam tentang "IBU KITA KARTINI" (dalam upayanya mempelajari Islam), daripada sekedar peringatan tahunan tanpa makna.
Abu Muhammad Herman
(Dari Majalah Elfata)
(Diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)
WUDHU
Hadis riwayat Abdullah bin Umru radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Bersama Rasulullah SAW kami kembali dari Mekkah menuju Madinah. Ketika kami berada pada sebuah oase di tengah jalan, beberapa orang tergesa-gesa menunaikan salat Ashar.
Mereka berwudhu dengan tergesa-gesa. Lalu kami dekati mereka, tampak tumit mereka tidak terkena air, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: "Siksa neraka bagi (pemilik) tumit itu. Sempurnakanlah wudhu kalian."
(Shahih Muslim No.354)
(Diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)
Mereka berwudhu dengan tergesa-gesa. Lalu kami dekati mereka, tampak tumit mereka tidak terkena air, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: "Siksa neraka bagi (pemilik) tumit itu. Sempurnakanlah wudhu kalian."
(Shahih Muslim No.354)
(Diposting oleh Pak Sapta untuk Milis Lentera Hati)
Langganan:
Postingan (Atom)